Sturkturalisme Robert Stanton



Teori Strukturalisme Robert Stanton dan Joko Pradopo

A.    Historisitas atau Latar Belakang Munculnya Teori Strukturalisme
Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra pada mulanya hadir di Perancis, menurut Eagleton dan tumbuh subur pada tahun 1960-an. Meskipun demikian, sesungguhnya strukturalisme telah ada sejak zaman Yunani dimana Aritoteles telah mengenalkan strukturalisme dengan konsep: Wholeness, unity, complexity, dan coherence. Strukturalisme pada dasarnya merupakan paham filsafat dan cara berfikir tentang dunia, terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Memandang dunia sebagai realitas berstruktur sebagai suatu hal yang tertib dan sebuah relasi serta keharusan. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur saling terkait satu sama lain.
Pertumbuhan strukturalisme diawali dengan hadirnya buku Course in General Linguistic  di Perancis (1916) yang ditulis oleh Ferdinand de Saussure yang menyikapi bahasa sebagai suatu sistem tanda yang dikaji secara sinkronik dan diakronik.[1] Selain srtukturalisme Perancis, strukturalisme juga muncul di Amerika Serikat setelah munculnya aliran New Criticism dan di Jenewa dengan nama strukturalisme Praha. Strukturalisme Perancis atau biasa disebut dengan strukturalisme klasik berakar pada kajian Linguistik Saussere yang lebih menekankan analisisnya pada bahasa, antropologi budaya Levi Strauss dan dan formalisme; strukturalisme Amerika diwarnai oleh new criticism yang lebih menekankan pada isi. Sementara strukturalisme Praha berakar pada fenomenologi, hermeneutika, dan madzab sekolah Jenewa serta lebih menekankan pada aspek tanda atau sign
Kehadiran strukturalisme telah mengalami evolusi yang panjang dan dinamis yang menghasilkan banyak konsep serta istilah yang berbeda-beda. Sampai sekarang penelitian struktural masih banyak digunakan di berbagai perguruan tinggi. Strukturalisme hadir sebagai upaya melengkapi penelitian sastra yang ekspresivisme dan berbau historis. Para pemikir yang tergolong strukturalis diantaranya: Robert Stanton, Rochmat Djoko Pradopo, Ferdinand de Saussure, Levi Strauss, Goldman, Propp, Barthes dan lainya.

B.     Unsur-unsur Internal Teks Prosa Menurut Strukturalisme
Sebuah kajian struktural dapat ditempuh dengan cara melakukan identifikasi, pengkajian dan pendeskripsian fungsi terhadap unsur internal suatu teks prosa. Unsur-unsur internal teks prosa menurut strukturalisme terdiri atas:[2]
1.    Tema
Tema dalam penulisan sebuah teks prosa merupakan pengejawantahan dari ise yang ditemukan oleh pengarangnya. Secara teoritik pengertian tema diformulasikan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Makna pokok yang menjadi dasar dari pengembangan makna-makna selanjutnya.[3]
2.    Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam cerita fiksi merujuk pada pertanyaan-pertanyaan seperti “Siapa pelaku dalam cerkita fiksi itu?”, “Ada berapa tokoh dalam ceritanya?”,”Siapakah pelaku antagonis dan protagonisnya?”. Dengan demikian tokoh merujuk pada pelaku yang ada dalam cerita, sedangkan penokohan adalah merujuk pada apa yang disebut dengan karakter atau perwatakan tokohnya.[4]
3.        Plot (alur cerita)
Alur secara umum dipahami sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Laxemburg menyebutkan alur sebagai konstruksi yang dibuat pembaca mengenai deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan diakibatkan dan dialami oleh para pelaku dalam cerita.[5]
4.        Setting (pelataran)
Setting merujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diciptakan. Unsur latar selanjutnya dapat dikategorikan menjadi, (a) setting tempat, (b) setting waktu, (c) setting peristiwa.[6]
5.        Sudut Pandang
Sudut pandang adalah sebuah cara cerita dikisahkan, cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.
6.             Pesan (amanat)
Unsur terakhir dalam kajian struktural adalah pesan atau amanat yang dapat digali dari sebuah cerita fiksi. Pesan ini dalam kajiannya dapat berupa (a) pesan moral yang disampaikan, (b) pesan religiusitas, (c) nilai dan kritik sosial, (d) nilai pessan lainya seperti nilai kekeluargaan, pendidikan, adat, dan lain sebagainya.[7]

C.    Unsur-unsur Internal Teks Puisi Menurut Teori Strukturalisme
Puisi pada prinsipnya dibangun seperti halnya cerpen, novel. Drama maupun roman yaitu atas unsur-unsur internal dan eksternal. Unsur internal adalah unsur-unsur yang berada di dalam naskah puisi. Adapun unsur-unsur internal teks puisi adalah sebagai berikut:[8]
1.      Tipografi
Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasa dalam puisi.

2.      Diksi
Adalah pilihan kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan dalam puisi.
3.      Bunyi
Adalah berupa irama(persamaan bunyi pada puisi, di awal, tengah, dan di akhir), ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras- lemahnya bunyi).
4.      Majas
Adalah cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya bahasa yang indah dalam bentuk puisi.
5.      Citraan (pengimajinasian)
Adalah gambaran-gambaran dalam pikiran atau gambaran angan penyair.
6.      Sarana Retorika
Adalah muslihat intelektual, yang di bedakan beberapa jenis yaitu hiperbola, ironi, ambiguitas, paradox, litotes dan ellipsis.

D.    Pendekatan Teori Strukturalisme
Pendekatan yang digunakan oleh teori strukturalisme dalam mengkaji karya sastra adalah pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkutan.[9]

E.     Asumsi Teori Strukturalisme Terhadap Sebuah Karya Sastra
Teew mengungkapkan bahwa asumsi dasar strukturalisme terhadap sebuah karya sastra adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan mempunyai koherensi batiniah.[10]

F.     Metode atau Prosedur Operasional Teori Strukturalisme
Adapun metode atau prosedur operasional teori strukturalisme di antaranya:
1.      Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti.
2.      Pembacaan yang cermat serta mencatat unsur-unsur internal yang terkandung dalam karya sastra.
3.      Unsur tema lebih diutamakan.
4.      Menganalisis tema, alur, konflik, sudut pandang gaya bahasa dan setting.
5.      Menghubungkan antara satu unsur dengan unsur lainnya supaya terwujud keterpaduan makna struktur.
6.      Melakukan penafsiran.

G.    Kelebihan Teori Strukturalisme
Kelebihan dari teori strukturalisme terbagi menjadi dua yaitu kelebihan secara praktis dan kelebihan secara metodis. Kelebihan teori strukturalisme secara praktis adalah:

1.      Teori strukturalisme merupakan langkah dasar untuk teori-teori yang lain.
2.      Dengan menggunakan teori strukturalisme hasil penelitian lebih terperinci.
3.      Efisien (hemat waktu).
4.      Lebih fokus yaitu pada unsur internal karya sastra.
5.      Tidak terdapat perbedaan dalam pengkajian. Artinya disepakati oleh pada teoritis maupun kritikus sastra dalam mengkaji suatu katya sastra.
Sedangkan kelebihan teori strukturalisme secara metodis adalah:
1.        Teori strukturalisme merupakan media dasar untuk langkah-langkah teori lain dalam kajian teori sastra.
2.        Teori ini berlaku adil terhadap semua karya sastra, karena tidak mencampuri urusan intrinsik dan ekstrinsik.
3.        Memberikan banyak flashback kepada penulis untuk lebih meningkatkan karyanya yang lebih baik.
4.        Karya bersifat posifistik yaitu serba terukur, dapat dilihat dan diuji.
5.        Teori ini mendorong kita untuk memanfaatkan ilmu bantu.

H.    Kekurangan Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme disamping memiliki banyak kelebihan juga memiliki kekurangan. Kekurangan teori strukturalisme adalah:
1.      Historis yaitu melupakan penulis dan pembacanya.
2.      Terlepas dari relevansi budaya.
3.      Lebih kompleks, ada kemungkinan kehilangan unsur estetikanya.
4.      Bersifat diakronis bukan sinkronis.
5.      Memerlukan penguasaan teori sastra yang kuat dalam mengkaji suatu karya sastra.
6.      Penafsiran bersifat subjektif yaitu mengabaikan pengarang dalam karyanya.

I.       Teori Strukturalisme Robert Stanton
Teori strukturalisme menurut Robert Stanton unsur pokok pembangun struktur karya sastra itu meliputi; tema, fakta-fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), dan sasrana-sarana sastra (sudut pandang, gaya bahasa, suasana, symbol-simbol imajianasi dan cara pemilihan judul).
Unsur pokok pembangun struktur karya sastra menurut Robert Stanton, meliputi:
1.      Tema
Tema adalah pesan besar dari suatu karya sastra. Tema dalam suatu karya sastra bersifat individual sekaligus universal. Tema memberikan kekuatan dan menegaskan kebersatuan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum. Apapun nilai yang terkandung didalamnya, keberadaan tema diperlukan karenamerupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dengan kenyataann cerita. Tema dapat berwujud satu fakta dari pengalaman kemanusiaan yang digamabrkan atau dieksplorasikan oleh cerita.[11]
2.      Fakta-fakta cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Elemen tersebut dirangkum menjadi satu dengan nama ‘struktur faktual’.
Fakta-fakta cerita, meliputi:
a.       Karakter
Terma ‘karakter’ biasanya digunakan dalam mdua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya, “Berapa karakter yang ada pada cerita itu?”. Konteks kedua, karakter merujuk pada pencampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu –individu.[12]
b.      Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah cerita, ia juga meupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadapp peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya.[13] 
c.       Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berintraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Biasanya, latar diketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif.[14]
3.      Sarana-sarana sastra
Pengarang meleburkan fakta dan tema dengan bantuan ‘sarana-sarana sastra’ seperti konflik, sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya. Secara singkat saranan sastra dapat dipandang sebagai semacam metode untuk memilih dan menyusun detail-detail cerita.[15] Sarana-sarana sastra, meliputi:
a.    Judul
Judul dalam suatu karya sastra dapat mengaju pada sang karakter utama cerita, atau satu latar dalam cerita.
b.    Sudut Pandang
Hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam tiap cerits: di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional.
c.    Gaya
Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya dapat berkaitan dengan maksud dan tujuan suatu cerita. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah ‘tone’. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dslam cerita.
d.   Simbolisme
Simbolisme merupakan detail-detail yang konkrit dan factual serta memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
e.    Ironi
Ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang diduga sebelumnya.

J.      Teori Strukturalisme Rachmat Djoko Pradopo
Teori strukturalisme menurut Rachmat Djoko Pradopo adalah kekhasan teori strukturalisme bahwa dalam karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom, dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berkaitan. Ruang likup puisi terdiri dari lapisan bunyi, lapisan arti, lapisan objek, lapisan dunia dan lapisan metafisik 

K.    Aplikasi Teori Strukturalisme Puisi
A.  Pendahuluan
Sastra memiliki keragaman genre di antaranya yaitu prosa, puisi dan drama. Dari beberapa genre yang disebutkan puisi merupakan genre utama sastra. Secara bahasa, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poiema ‘membuat’ atau poesis ‘pembuatan’, dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Sedangkan secara istilah, puisi dapat didefinisikan sebagai jenis bahasa yang mengatakan lebih banyak dan lebih intensif daripada apa yang dikatakan oleh bahasa harian. (Perrine, 1974: 553). Definisi tersebut menyatakan secara implisit bahwa puisi sebagai bentuk sastra yang menggunakan bahasa sebagai media pengungkapanya.
Makalah ini akan menguraikan struktur Puisi Lastu Adri karya Ilya Abu Madi. Di latarbelakangi oleh mengambil salah satu puisi karyanya Ilya Abu Madi yang berjudul ‘Lastu Adri’. Puisi Lastu Adri terpilih sebagai obyek material dalam analisis teori strukturalisme karena puisi ini mencapai derajat popular di masanya melalui penggunaan ekspresif bahasa, penguasaan pola tradisional puisi Arab, dan relevansinya ide untuk pembaca puisi Arab kontemporer.
Pendekatan yang digunakan pada analisis teori strukturalisme dalam mengkaji puisi tersebut adalah pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkutan.
Puisi ini akan dianalisis menggunakan teori strukturalisme Rochmat Djoko Pradopo atas unsur-unsur pembangun puisi yang terdiri dari lapisan bunyi, lapisan arti, lapisan objek, lapisan dunia dan lapisan metafisik.

L.     Aplikasi Teori Strukturalisme Cerpen
A.    Pendahuluan
Cerita Pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan bagian dari genre sastra yang menjadi cikal bakal Novel. Cerpen secara istilah adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik.. Cerpen juga disebut sebagai prosa pendek, lazimnya terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar lima puluhan halaman. Karya sastra ini termasuk dalam kategori  karya sastra Modern.
Berkaitan dengan tafsir sastra, di lingkungan akademis, strukturalisme merupakan langkah awal dalam memahami suatu karya sastra melalui struktur-struktur pembangun karya sastra. Strukturalisme Robert Stanton merupakan teori yang sesuai untuk menemukan struktur-struktur pembangun dalam suatu karya sastra. Menariknya strukturalisme yang ditawarkan Robert Stanton adalah dengan tiga komponen dapat diketahui struktur pembangun karya sastra yaitu  Tema, Faka-fakta cerita, dan Sarana sastra. Cerpen Al-Bustany merupakan  salah satu dari sekian banyak karya Najib Mahfudz yang pada pembahasan kali ini sebagai objek materialnya, sedangkan objek formalnya adalah Strukturalisme Robert Stanton sebagai  pisau yang akan digunakan untuk membedah cerpen tersebut.
Makalah ini akan menguraikan unsur struktur cerpen Al-Bustany karya Naguib Mahfudz. Di latarbelakangi oleh ketertarikan penulis kepada Naguib Mahfudz sastrawan Mesir yang meraih penghargaan Noubel di bidang sastra dan menghasilkan banyak karya yang bagus dan diapresiasi banyak orang. Pendekatan yang digunakan pada analisis teori strukturalisme dalam mengkaji cerpen ini adalah pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkutan.
Cerpen ini akan dianalisis menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton. Teori strukturalisme menurut Robert Stanton unsur pokok pembangun struktur karya sastra itu meliputi; tema, fakta-fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), dan sasrana-sarana sastra (sudut pandang, gaya bahasa, suasana, symbol-simbol imajianasi dan cara pemilihan judul.  



[1] Lihat Aminudin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru. 1987), hal.109.
[2] Kasnadi dan Sutejo, Kajian Prosa Kiat menyisir dunia prosa, (Yogyakarta: P2MP  Spectrum, 2010), hal.5.
[3] Ibid, hal. 6.
[4] Ibid, hal. 12.
[5] Ibid, hal. 17.

[6] Kasnadi dan Sutejo, Ibid, hal. 21.
[7] Ibid, hal. 28.
[8] Wiyatmi, Pengantar Kajian Sastra……hal. 57-73.
[9] Kasnadi dan Sutejo,……hal. 4
[10]M. A. Syuropati dan Agustina Soebachan, 7 Teori Sastra Kontemporer dan 17 Tokohnya…….hal. 49.
[11] Robert Stanton, An Introduction to Fiction (di terjemahkan oleh Sugihastuti: Teori fiksi Robert Stanton), (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), hal. 7-8.

[13] Robert Stanton, Ibid….hal. 26-28.
[14] Ibid, …..hal.35.
[15] Ibid, …..hal.9-10.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

Manfaat belajar filsafat