The First


THE FIRST
Sebuah Dairy





Mendung hitam menyelimuti langit sore kota Yogyakarta. Titik demi titik air hujan turun membasahi  bumi pertiwi kota Pelajar. Hawa dingin terasa sampai menebus tulang, karena terbawa oleh hempasan angin. Butiran-butiran air hujan banyak tersangkut di dedaunan pohon mangga di depan asramaku. Asrama tempat di mana Aku menghafalkan ayat-ayat suci dari kalamullah. Kristal –kristal air hujan tersebut satu demi satu pecah karena sapaan hembusan angin.
Kasur dengan balutan kain biru terbujur di sisi pojok kamarku yang seakan memangil-manggil orang untuk tidur di atasnya, ditemani selimut tebal serta bantal dan guling. Terdapat beberapa wanita-wanita yang senantiasa menjaga ayat-ayat suci Al-qur’an tengah melakukan kesibukan masing-masing. Ada yang melalar hafalan, mengerjakan tugas kuliah, ada pula yang merebahkan tubuhnya karena lelah. Begitulah aktivitas teman-teman seperjuanganku di asrama Tahfidzul qur’an di pesantren Wahid Hasyim  Yogyakarta.
Aku duduk ditemani laptop biruku tengah mengetik-ngetik kata demi kata, yang semakin memenuhi layar monitor di lembar kerjaan tugasku. Aku memutar otak  untuk menemukan ide namun tak kunjung ku temukan, akhirnya Aku berhenti sejenak. Seketika itu ingatanku tentang awal Aku masuk kepesantren ini teringat sangat jelas.
Tepat tanggal 29 Juli, Aku masuk Pondok dan disowankan Keluarga ndalem ditemani Bapak dan Mama serta adikku. Itu bukan hal yang baru dalam hidupku, melainkan ini adalah kedua kalinya Aku memasuki Pesantren yang berbeda dari Pesantren pertama. Namun, rasanya seperti baru pertama kali mondok. Karena pesantrenku yang kedua jaraknya lebih jauh dari tempat tinggal dan pesantrenku yang pertama. Letaknya di sebelah barat selang beberapa kota dari kota tempat tinggalku.
Pertama tinggal di pesantren ketika usiaku memasuki masa putih abu-abu yakni masa Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena saat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)  ku masih di Kecamatan dekat kampung di mana Aku tinggal. Masa-masa kecil dan remaja, Aku habiskan di rumah bersama kasih sayang keluarga dan canda tawa teman-teman desaku, bermain-main di sawah berlumpur, menelusuri sengkedan sawah, dan bermain mencari ikan di sungai. Sangat asyik dan menyenang masa kecilku. Dirasa sangat cukup masa-masa bermain-mainku, maka Bapak dan Mama memutuskan, Aku dimasukkan ke pesantren untuk mendalami ilmu agama dan ilmu umum. Aku menjalani kehidupanku dip esantren meskipun awalnya terasa asing dan tidak nyaman, namun pada akhirnya Aku lulus dari sekolah tingkat sederajat SMA dan Madrasah Diniyyah yang sederajat SMP. Karena dip esantren pertamaku ini baru tersedia sampai jenjang SMA dan belum ada kampus .Sehinga Aku pun memutuskan pindah untuk melanjutkan belajarku.
Di pesantren yang kedua ini, di samping Aku mondok di asrama Tahfidzul Qur’an, Aku juga melanjutkan belajar pendidikan umum di Univesitas Islam Negeri kota Yogyakarta. Kini aku telah menjadi mahasiswi di perguruan tinggi  yang tengah memasuki usia dewasa ................(bersambung)


Komentar

Tulisan Lainnya

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

Sturkturalisme Robert Stanton

Teruslah Menjadi Orang Baik & Minta Sama Allah Sereceh Apapun Itu

Manfaat belajar filsafat

Analisis Kamus Indonesia Arab Karya As'ad Mahmud Al-Kaelany