Strukturalisme Puisi






            
Lapis Bunyi, Arti, dan Objek Puisi Bakhitsah Al- Badiyyah
(Analisis Strukturalisme Rachmat Joko Pradopo)

                    
Makalah ini akan membuktikan lapis-lapis puisi Bakhitsah Al-Baadiyyah dengan menggunakan teori strukturalisme Rachmat Djoko Pradopo yang memfokuskan pada strata puisi yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti,  dan lapis objek.
Puisi  Bakhitsah Al-Baadiyyah takhaatibu Al-Mar:ah Al-Misriyyah merupakan salah satu puisi yang ditulis pada kisaran tahun 1886 – 1918 yaitu pada abad ke-19  masa dimana fenimisme diperjuangkan dan dijunjung tinggi. Salah satu penyair yang terkenal pada masa itu adalah Malak Hifni Nasif (25 Desember 1886 - 17 Oktober 1918) seorang Penyair dan penulis yang dikenal dengan nama pena, Bahithat al-Badiya, "Seeker di gurun" juga seorang feminis Mesir yang memberikan kontribusi besar terhadap wacana intelektual dan politik pada kemajuan perempuan Mesir pada awal abad ke-20.[1] Puisi ini menceritakan tentang seorang pemuda Badui yang tengah mempersunting perempuan Mesir. Dalam puisinya penyair mengangkat tema tentang kecantikan seorang wanita. Bahwa hal itu merupakan unsur vital yang harus dimiliki oleh seorang wanita, terutama kecantikan jiwa.
Sebuah puisi dapat menjadi puisi yang berkualitas dan bermakna tidak terlepas dari struktur otonom yang membangun puisi tersebut. Struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangunnya yang saling bertalian menjadi suatu kesatuan yang bulat. Inilah yang menjadikan puisi dapat dipahami dan dinikmati oleh para pembacanya. Untuk dapat memaknai, memahami dan menikmati puisi tersebut maka perlu dilakukan pembongkaran struktur otonom puisi tersebut yaitu unsur-unsur pembangunnya. Karenanya perlu dilakukan penelaahan yang mendalam untuk menemukan relasi antar unsur yang membangun karya tersebut menjadi karya yang utuh dan unik. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan sebuah teori sastra sebagai pisau bedah untuk membedah puisi tersebut.
Dengan pisau analisis strukturalisme Rachmat Djoko Pradopo, penulis akan membedah struktur-struktur yang membangun puisi Bakhitsah Al-Baadiyyah dengan pendekatan objektif yaitu pendekatan yang memberi perhatiaan penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik atau yang lebih dikenal dengan analisis struktural.[2] Dalam ilmu sastra, kajian struktural, bermaksud untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, detail, teliti dan mendalam keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:135).

Syair puisi Bakhitsah Al-Baadiyyah
شعر باحثة البادية تخاطب المرءة المصرية
سير كسير  السجب لا تأنّى ولا تتعجلى
لا تكنس أرض شوارع الإزار مسبل
اما سفور فحكمه فى الشرع ليس بمعضل
ذهب لأمة فيه بين محرم و محلل
ويجوزبالإجماع منهم عند قصد تأهل
ليس نقاب هو الحجاب فقصري او طولى
فإذ جهلت الفرق بينهما فدونك فاسأل
من بعد أقوال الأئمة لامجال لماقول
لا أبتغي غير الفضيلة للنساء فاجملى
Puisi tersebut masuk pada kategori puisi Arab klasik, karena masih berpegang pada qofiyah. Terlihat dari kesesuaian huruf akhir pada tiap-tiap fashilah yaitu diakhiri dengan huruf lam (ل) dan berbahar Thawil (بحر الطويل). Puisi tersebut terdiri dari empat bait lebih satu baris yaitu lima shadr dan empat ‘ajr. Dalam puisi Arab, puisi yang terdiri dari tiga bait sampai enam bait disebut dengan qith’ah. Secara harfiah, makna puisi tersebut adalah:
شعر باحثة البادية تخاطب المرءة المصرية
Syair yang membahas tentang pemuda Badui dalam mempersunting Perempuan Mesir
سير كسير  السجب لا تأنّى ولا تتعجلى
Berjalanlah Kau seperti jalannya  awan, tidak pelan-pelan tidak pula tergesa-gesa
لا تكنس أرض شوارع الإزار مسبل
Janganlah Kau sapu jalan di bumi dengan pakaian yang Kau lebih-lebihkan
اما سفور فحكمه فى الشرع ليس بمعضل
Adapun kerudung (keadaan terbuka) dalam syari’at bukan sesuatu yang menyulitkan
ذهب لأمة فيه بين محرم و محلل
Diantara para Ulama berpendapat  ada yang mengharamkan ada yang menghalalkan
ويجوزبالإجماع منهم عند قصد تأهل
Diperbolehkan ijma’ darinya ketika berkumpul dengan keluarga
ليس نقاب هو الحجاب فقصري او طولى
Cadar bukanlah jilbab, boleh pendek atau panjang
فإذ جهلت الفرق بينهما فدونك فاسأل
Apabila Kau belum paham mengenai perbedaan antara keduannya, maka bertanyalah
من بعد أقوال الأئمة لامجال لماقول
Para Ulama telah berpendapat, tiada guna pesan-pesanku
لا أبتغي غير الفضيلة للنساء فاجملى
Tak ada yang Ku cari, selain keutamaan wanita. Maka persoleklah dirimu

Menurut Joko Pradopo, dalam diri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berkaitan. Konsep dasar karya sastra dalam ruang lingkup puisi tersebut, menurut beliau terdiri dari: lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia, lapis metafisik.[3]
Lapis yang pertama, lapis bunyi (sound stratum) bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi suara itu bukan hanya suara yang tak berarti melainkan satuan-satuan suara itu menimbulkan arti.[4]
Lapis selanjutnya yang ditimbulkan dari lapis pertama yaitu lapis arti (units of meaning) berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase dan kalimat. Semua itu merupakan satuan-satuan arti. Satuan-satuan arti ini menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang ditemukan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan yaitu Lapis dunia, yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan, tapi terkandung didalamnya (implied).
Sedangkan lapis metafisik yaitu berupa sifat-sifat metafisis (roh puisi), dengan sifat ini dapat memberikan renungan kepada pembaca. Akan tetapi tidak setiap karya sastra didalamnya terdapat lapis metafisik seperti itu.
Berdasarkan teori tersebut puisi Bakhitsah Al-Baadiyyah memiliki struktur-struktur pembangun, sebagai berikut:
Lapis bunyi puisi tersebut memiliki bunyi akhir yang sama. Terlihat dari kesesuaian huruf akhir pada tiap-tiap fashilah yaitu diakhiri dengan huruf lam (ل). Terbukti pada setiap lariknya yaitu lafadz  تتعجل(larik pertama), مسبل (larik kedua), بمعضل (larik ketiga), محلل (larik keempat), تأهل (larik kelima), طولى (larik keenam), فاسأل (larik ketujuh), لماقول (larik kedelapan), فاجملى (larik kesembilan).
Pada puisi tersebut lapis arti yang sangat berdekatan namun beda arti adalaha pada larik ketiga dan ke enam:
اما سفور فحكمه فى الشرع ليس بمعضل
ليس نقاب هو الحجاب فقصري او طولى

Perhatikan pada kata yang bercetak tebal dan bergaris bawah yaitu kata  سفور, نقاب, الحجاب . Ketiga kata tersebut memiliki makna leksikal yang sama yaitu keadaan terbuka (kerudung). Namun dalam konteks ini masing-masing kata tersebut memiliki makna yang berbeda. سفور yaitu kain yang digunakan untuk menutup kepala dan menjulur kebawah dalam keadaan terbuka. Adapun نقاب adalah diartikan cadar, boleh dipendekkan atau dipanjangkan, sedangkan الحجاب adalah jilbab yang menjulur keseluruh tubuh.
Lapis objek adalah meliputi latar pelaku dan latar pengarang pada puisi tersebut, pelaku dari puisi tersebut yaitu pemuda Badui dan perempuan Mesir. Pada lapis arti ada kaitannya dengan lapis obyek yaitu perempuan Mesir yang suka dengan gaya berpakaian dilebih-lebihkan (gaya hidup mewah) sehingga seaakan menyapu jalan daratan. Adanya kata Badui dan cadar menunjukkan latar gurun atau padang pasir.

Demikian hasil analisis penulis terhadap puisi Al-Baadiyyah takhaatibu Al-Mar:ah Al-Misriyyah (1886 – 1918) dengan pisau strukturalisme Rachmat Djoko Pradopo. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Sudah menjadi tradisi bangsa arab puisi digunakan sebagai alat ekspresi/senjata untuk setiap peristiwa  apapun, pada puisi tersebut puisi digunakan sebagai alat ekspresi/senjata mempersunting perempuan Mesir. Terdapat tatacara berpuisi, pada puisi tersebut gaya ekspresi yang digunakan pemuda Badui dalam mempersunting perempuan mesir yaitu diawali dengan nasehat-nasehat untuk menjadi wanita ideal dengan berberapa tahap yang berpuncak pada kecantikan sebelum akhir bersikap rendah diri dan berujung dengan pujian.
Dengan demikian, Kecantikan seorang wanita merupakan unsur vital yang harus dimiliki seorang wanita, terutama kecantikan jiwa.


[2] Jurnal Adabiyyat Vol. 8, No. 2, Analisis Strukturalisme Terhadap Kisah Pedagang  dan Jin dalam Dongeng Seribu Satu Malam (oleh: Neneng Yanti Kh.) (Yogyakarta: 2009),  hlm. 309.
[3] Makalah Sastra, Teori Aplikasi Strukturalisme. Libre PDF, (Yogyakarta: 2013), hlm. 4.
[4] Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta:Gadjah Mada Univesity Press, 1993), hlm. 14.

Komentar

Tulisan Lainnya

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

Sturkturalisme Robert Stanton

Teruslah Menjadi Orang Baik & Minta Sama Allah Sereceh Apapun Itu

Manfaat belajar filsafat

Analisis Kamus Indonesia Arab Karya As'ad Mahmud Al-Kaelany