BIOGRAFI IMAM AHMAD IBN HANBAL
A.
BIOGRAFI IMAM AHMAD IBN HANBAL
a.
Lahir dan tumbuh kembangnya
Imam Hanbal memiliki
nama lengkap Al-imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin
Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin
Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy.Nasab
beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Beliau
dilahirkan di kota Baghdad tepatnya pada bulan Rabi‘ul Awwal tahun 164 H/780 M
dan meninggal pada tahun 241 H/855 M. Beliau sering dipanggil Abu Abdillah
karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan
nama Imam Hanbal karena merupakan pendiri madzhab Hambali.
Imam Ahmad tumbuh
dewasa sebagai seorang anak yatim. Ayah beliau, bernama Muhammad meninggal
dalam usia muda yakni 30 tahun, ketika beliau baru berumur tiga tahun. Ibunya,
Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam
mendidik dan membesarkan beliau.Berkat bimbingan ibunya yang shalihah beliau
mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu, kebaikan dan kebenaran.
Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah
berkurang.
b.
Pendidikanya
Beliau mendapatkan
pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota Bagdad telah menjadi
pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang berbeda asalnya dan
beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di
sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan
sebagainya.
Setamatnya
menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat
berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan.Imam Ahmad
tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun. Beliau
terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits dikota
itu hingga tahun 186.
Pada tahun 186,
beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri
Hijaz, Yaman,
dan mengunjungi ulama’-ulama’ terkenal di
khuffah, Syam, Yaman, Mekkah, dan Madinah.
c.
Guru-guru dan
Murid-muridnya
Beliau menuntut
ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari
kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa’id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi,
Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan
ahli fiqh adalah Waki’ bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi’i dan Abu Yusuf
(sahabat Abu Hanifah ). Selain itu guru-guru beliau adalah : Hammad bin
Khallid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar
bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’i, Abd Razaq bin Humam,Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim
al-Wasithiy dan Musa bin Thariq. Dari guru-gurunya
Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqh, kalam, ushul, dan bahasa Arab.
Ada banyak ulama
yang pernah mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau,
Abdullah dan Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan
lain-lain.
d.
Karya-karyanya
Beliau menyusun
kitabnya yang terkenal yakni al-Musnad, dalam jangka waktu sekitar enam puluh
tahun dan sudah dimulainya sejak tahun tahun 180, saat pertama kali beliau
mencari hadits.Al-Musnad ini terdiri
atas 6 jilid, yang tidak kurang dari 40.000 hadits yang telah beliau seleksi
dari 75.000 hadits. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang
an-nasikh dan al-mansukh, tentang tarikh, tentang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran, tentang
jawaban-jawaban dalam Alquran. Beliau juga menyusun kitab al-Manasik ash-Shagir
dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah
(Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah,
kitab al-Wara‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu
juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah.
e.
Komentar para
ulama’
Imam Syafi‘i
pernah mengusulkan kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, pada hari-hari akhir hidup
khalifah tersebut, agar mengangkat Imam Ahmad menjadi qadhi di Yaman, tetapi
Imam Ahmad menolaknya dan berkata kepada Imam Syafi‘i, “Saya datang kepada Anda
untuk mengambil ilmu dari Anda, tetapi Anda malah menyuruh saya menjadi qadhi
untuk mereka.” Setelah itu pada tahun 195, Imam Syafi‘i mengusulkan hal yang
sama kepada Khalifah al-Amin, tetapi Imam Ahmad tetap menolaknya.
Abdul Wahhab
al-Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad bin
Hanbal.” Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan
keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?” Al-Warraq menjawab,
“Dia seorang yang jika ditanya tentang 60.000 masalah, dia akan menjawabnya
dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, ‘Telah disampaikan hadits
kepada kami’.” Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak pernah melihat Yazid bin Harun
memberi penghormatan kepada seseorang yang lebih besar daripada kepada Ahmad
bin Hanbal. Dia akan mendudukkan beliau di sisinya jika menyampaikan hadits
kepada kami. Dia sangat menghormati beliau, tidak mau berkelakar dengannya.”
Demikianlah, padahal seperti diketahui bahwa Harun bin Yazid adalah salah
seorang guru beliau dan terkenal sebagai salah seorang imam huffazh.
Ali bin al-Madiniy
berkata menggambarkan keteguhan Imam Ahmad, “Allah telah mengokohkan agama ini
lewat dua orang laki-laki, tidak ada yang ketiganya. Yaitu, Abu Bakar
as-Shiddiq pada Yaumur Riddah (saat orang-orang banyak yang murtad pada
awal-awal pemerintahannya), dan Ahmad bin Hanbal pada Yaumul Mihnah.”
Imam Ab Zahrah
memberikan julukan sebagai amir al-mu’minin fiy al-hadis.
Komentar
Posting Komentar