Berguru Pada Biksu

BERGURU PADA SEORANG BIKSU
Catatan Muslimah Akhir Zaman

Oleh: Heni Alliana

 Yogyakarta, 19 Maret 2014
P
agi yang cerah dengan sinar mentari yang ceria, setia menyinari alam raya ini dengan ketulusannya. Kristal-kristal jernih embun pagi singgah di dahan-dahan hijau menyejukkan setiap mata yang melihatnya. Langit cerah dengan warna biru lautnya dan awan-awan putih seakan membentuk kastil-kastil istana awan. “Sungguh ciptaan yang sempurna oleh sang Pencipta yang Maha Sempurna”, syukurku pada sang Pencipta. Begitulah suasa pagiku ketika aku bersama keenam temanku hendak bersilaturahim ke suatu Vihara Vidyaloka di Jl. Kenari Gg. Tanjung I no. 231 kota Yogyakarta.
Kami bertujuh berangkat dari kampus kira-kira  pukul 09.00 dengan mengendarai sepeda motor. Kukendarai ‘si merah’ motor kesayangku menyusuri jalan dan menikmati panorama alam dikanan dan kiri jalan menuju ke Vihara. Sesampai di Vihara kulihat jam tanganku telah menunjukkan pukul 09.30 seraya berkata, “Alhamdullah, Ontime teman-teman…”. Kamipun bergegas memakirkan motor dengan rapi. Terlihat dipintu masuk Vihara sudah berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi, agak gemuk, berkulit putih, dan berkaca mata tersenyum kepada kita dengan tangan terbuka menyambut serta menyapa dengan keramahannya.
Ini merupakan pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke Vihara tempat berdiamnya para Biksu dan beribadahnya kaum Budhis. Sungguh tidak ku duga dan ku sangka bahkan terlintas dalam benak pun tak ada. “Ya Allah semoga Engkau senantiasa meridhai apa yang tengah hambamu lakukan ini, dan semoga senantiasa sepulang dari tempat ini hamba mendapat ilmu dan pelajaran ..Amiin”, doaku dalam hati. Satu persatu dari kami memasuki Vihara dan kitapun di persilahkan duduk. Sayangnya kami di Vihara tidak menemukan Biksu melainkan pengurus Vihara. Karena menurut pengurus Vihara bahwa Biksu sedang di candi Mendut. Namun hal tersebut tidak mematahkan semangat kami untuk belajar pada kaum Budhis dan saling berbagi ilmu. Mas Edo, begitulah kami menyapanya. Dialah salah satu pengurus Vihara Vidyaloka yang mewakili Biksu untuk menemani kami belajar mengenal Agama Budha. Diruang kira-kira berukuran 2 x 6 m dalam Vihara tersebut berlangsunglah perbincangan, berbagi ilmu dan sharing pengalaman beragama kurang lebih satu setengah jam. Sekalipun kondisi Vihara kurang kondusif karena Vihara sedang ada pembangunan menambah lantai tiga, yang dirancang nantinya sebagai tempat khusus untuk beribadah. Perbincangandan sharing-sharing kami mengenai agama Budha dan Islam berlangsung asyik dengan suasana cair.
Kami memulai perbincangan dengan menyampaikan maksud dan tujuan kami ke Vihara serta mengenalkan diri. Tak lupa juga kami sampaikan izin untuk merekam perbincangan dan memotret ketika sedang berdiskusi dan sharing-sharing. Dengan senyuman dan terbuka mas Edo menerima memberi izin seraya mengucapkan rasa terimakasih atas kunjungan dari kami. Seorang Budhis yang baik, luwes, dan terbuka, itulah kesan pertamaku ketika berbincang-bincang dengan pemeluk agama Budha.
Mulailah mas Edo mengenalkan tentang Vihara Vidyaloka, mulai dari asal kat dan maknanya, diresmikannya, tentang agama Budha, ajaran-ajaranya, kegiatan-kegiatan di Vihara, cara beribadah orang Budhis, kitab sucinya, dan lain-lainya. Vihara berasal dari bahasa Sansekerta dengan cara membacanya huruf ‘V’ diganti dengan ‘W’ yaitu Wihara dalam bahasa Indonesia merupakan tempat beribadah bagi kaum Budhis. Vihara Vidyaloka merupakan Vihara yang kami kunjungi yang terdiri dari kata ‘Vidya’ berarti ilmu dan ‘Loka’ berarti lokasi, sehingga dapat simpulkan Vihara Vidyaloka adalah lokasi ilmu. Vihara tersebut diresmikan oleh seorang Biksu. Di Vihara tersebut ajaran yang disampaikan adalah ‘Terawada’, disamping aliran Terawada   terdapat aliran lain yaitu Mahayana dan Budhayana, yangmana ketiganya merupakan aliran terbesar Budha dibandingkan dengan aliran-aliran Budha lainya. Perbedaan aliran dapat diketahui dari kain yang dipakai Biksu sebagai pengganti baju, aliran Terawada bercirikan warna merah bata.
Seseorang yang ingin memeluk agama Budha tidak ada ketentuan dan syarat. Cara beribadah kalau di Islam terdapat wudhu dan shalat, pada agama budha ibadah dikenal dengan nama’Puja Bakti’ yaitu memuji dengan segala kerendahan, dapat diartikan seperti itu dengan Altar sebagai wasilah menuju Tuhan kalau di islam yaitu beribadah menghadap kiblat (ka’bah). Altar merupakan sebuah meja berukuran sedang dan tidak terlalu tinggi yangmana diatasnya terdapat patung Budha didampingi oleh bunga-bunga dan dibagian terdepan terdapan dupa untuk membakar menyan. Para kaum Budhis berdoa menghadap Altar tersebut.
Biksu adalah seorang pemimpin keagaman agama Budha yang lahir dari kesadaran diri serta pengabdian kepada sang pencipta, tidak keturunan dan tidak pula karena dipilih umatnya, tetapi murni dari hati si Biksu. Karena pada exsistensinya seorang Biksu mengabdikan seluruh hidupnya, jiwa, dan raganya untuk kepentingan agama dan beribadah kepada Tuhannya. Sehingga pembelajaran hidup dari sang Biksu sangat agung untuk ditiru, tekun beribadah, mengutamakan kepentingan agama, banyak prihatin, tidak terlalu mencintai dunia, hidup penuh dengan kesederhanaan dan kebijaksanaan.

Komentar

Tulisan Lainnya

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

إلى حبّ المحبوب

Untukmu Penggenap Ganjilku

Belajar Nahwu Efektif dan Efisien dengan Talfiful Akwan

Manfaat belajar filsafat