Dinamika Paradigma Ilmu dalam Kajian Sosial Humaniora


Dinamika Paradigma Ilmu dalam Kajian Sosial Humaniora
Oleh: 
Madam Dr. Wening Udasmoro, S.S, M.Hum, DEA 
Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 

Tepat pada tanggal 3 Mei 2018, diselenggarakan kuliah umum program Magister (S2) jurusan Bahasa dan Sastra Arab di ruang sidang fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kuliah umum pada kesempatan tersebut mengangkat tema tentang “Metodologi Penelitian Bahasa dan Sastra Arab”. Tema tersebut dipilih karena merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan di program magister jurusan Bahasa dan Sastra Arab, dan merupakan mata kuliah pokok. Tema tersebut disampaikan oleh Dekan fakultas Bahasa dan Sastra UGM Madam Dr. Wening Udasmoro, S.S, M.Hum, DEA, lulusan sastra Perancis di salah satu Universitas di Paris.


Beliau mengawali pembicaraan dengan mengatakan bahwa, “Keilmuan sekarang itu cair. Kita harus sudah mampu melihat state of the art , yaitu cara pandang yang bergerak. Maksudnya adalah kita harus mampu melihat pergerakan keilmuan masa kini. Karena setiap dekade memunculkan suatu hal yang baru. Begitu halnya dengan teori, teori muncul sebab adanya pergerakan sosial.” Tema teori sastra yang dibahas pada awalnya adalah strukturalisme. Teori yang sangat kokoh, yang menyatakan bahwa dunia adalah struktur. Strukturalisme memiliki sistem (validitas) dan binary opposition. Teks dalam strukturalisme bersifat otonom dan menihilkan subjek. Maksudnya pengarang dianggap mati.
Saat sinar sang surya menyengat kulit di luar ruangan sana, pembahasan semakin asyik dan mendalam, yaitu post struktural.  Muncul sebagai kritik terhadap strukturalisme, yang menyatakan bahwa, “Struktur tidak hanya distrukturkan tetapi struktur juga menstrukturkan.” Sehingga pada post struktural, subjek menjadi penting. Tidak hanya subjek kolektif tetapi juga subjek individu. Pada teori ini subjek dihadirkan karena subjek berkontribusi dalam pergerakan struktur.
Berkaitan dengan subjek (pelaku), terdapat tiga kategori dalam teori yang berbeda, yaitu: 
1.       Struktural Genetik, subjek yang dipilih adalah subjek-subjek besar, yaitu pelaku yang memiliki ideologi, gagasan, atau pesan pengarang kepada masyarakat umum.
2.       Post Modern, lain dari struktural genetik, post modern mengangkat subjek kecil, subjek yang termarginalkan.
3.       Post kolonial, subjek kolonial yaitu yang disandarkan pada kolonial (barat). Dikenal dengan sindrom kolonial yaitu apa-apa distandarkan kepada Barat, terutama Eropa. 
Berdasar pada pembagian subjek pada teori struktural genetik, post modern, dan post kolonial  dapat disimpulkan bahwa pemilihan subjek baik subjek dominan/besar, kecil dan kolonial berdampak pada pesan atau misi yang diusung oleh masing-masing teori. Sehingga menuai tujuan dan hasil yang berbeda.
Di akhir pembicaraan, beliau Madam Wening menyampaikan kepada para mahasiwa Bahasa dan Sastra Arab bahwa, “Belajar sastra yang baik adalah sembari membaca karya sastra juga membaca teori-teori Sastra.“ Ketika forum diskusi, tanya jawab beliau juga menyisipkan pesan-pesan, “Bahwa dalam berkarya (menulis) hal terpenting adalah percaya diri. Yaitu kita yakin dan percaya bahwa kita mampu mengargumentasikan justifikasi kita dengan argumen-argumen yang eksplisit. Dan perlu diingat untuk bisa menulis harus tahu banyak hal, dan hal itu dapat diperoleh tak lain dan tak bukan adalah dengan membaca. Maka gemarlah membaca!

Yogyakarta, 27818
Salam Sastra, dari Mahasiwi sekaligus Santri Putri
Pondok Pesantren Wahid Hasyim Komplek Timur


Komentar

Tulisan Lainnya

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

إلى حبّ المحبوب

Untukmu Penggenap Ganjilku

Belajar Nahwu Efektif dan Efisien dengan Talfiful Akwan

Manfaat belajar filsafat