Kenalan Dengan Pengacara

 Jumu'ah mubarok dan masih dalam suasana pandemi



Salah satu kebiasaanku sebelum tidur adalah set alarm. Hal tersebut aku lakukan supaya bisa bangun malam tepat waktu. Meskipun sering terbangun mendahului alarm berbunyi atau malah terkadang kelewat. Tetapi hal tersebut tetap aku lakukan. Karena terkadang, ketika tubuh terforsir membuat kondisi lelah, letih dan membutuhkan waktu istirahat yang lebih dari cukup membuat jam tidur berubah-ubah.

Tidak jarang, aku set alarm beda-beda jam di setiap harinya tergantung pada banyaknya kegiatan di hari tersebut. Terkadang pukul 02.30, 02.45, dan pukul 03.00. Biasanya kalau di satu hari tersebut tubuhku banyak melakukan aktivitas di luar rumah misalnya, atau aktivitas yang menguras banyak tenaga dan pikiran maka aku set alarm pada pukul 03.30 WIB, tentu dengan menelisik jadwal shalat subuh terlebih dahulu. Mengapa demikian?, supaya aku bisa mengukur waktu untuk shalat malam, tadarus dan belajar. Misalnya, jadwal shalat subuh pada pukul 04.30 atau kurang sedikit seperti kondisi saat ini, maka aku set alarm pukul 03.30 WIB. Menurutku waktu satu jam menuju subuh cukup untuk melakukan tiga kegiatan di atas, qiyamullail, tadarus, dan belajar atau nulis.

Satu lagi kebiasaanku yang lain sebelum berganti hari adalah to do list yaitu membuat daftar kegiatan yang akan dilakukan hari itu. Hal tersebut aku lakukan supaya waktuku ter-manage dengan baik dan goal yang aku tuju di hari itu jelas. Perasaan senang, penuh syukur dan lega aku rasakan ketika semua daftar kegiatanku bisa tercoret dan tercentang tuntas, sebuah tanda bahwa goal ku tercapai semua. Memang terkadang to do list tidak selalu sesuai kenyataan, tetapi seenggaknya bisa menjadi guide, dengan begitu waktu yang kita miliki tidak muspro alias sia-sia banget. Untuk dua kebiasaan ini, jujur aku juga masih belajar, belajar untuk mengistiqomahkannya. Karena aku sudah tahu bahwa ada hal baik yang bisa bermanfaat ketika kedua kebiasaan ini aku jalankan, dan ada hal buruk alias konsekuensi yang aku dapatkan ketika hal ini aku tinggalkan.

Hari itu, Jum'at 05 Maret 2021

Aku terbangun lebih cepat dari set alarm yang aku buat sebelum tidur. Aku terbangun pada pukul 03.15 WIB. Kemudian melipat selimut, merapikan tempat tidur, lalu meminum air putih baru kemudian menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu. Setelah itu aku melaksanakan sholat malam tidak lama, hanya empat rakaat dengan dua kali salah kemudian dilanjutkan wirid dan tadarus. Kurang lebih pukul 04.00 aku membuat list agenda hari itu, karena malamnya aku lupa membuatnya. 

Semua yang aku pikirkan tentang goal hari itu, aku tuliskan. Setelah selesai tenyata ada dua belas agenda yang harus aku tunaikan hari itu. Dua belas list agenda tersebut yaitu: sedekah subuh, membaca surah al-Kahfi, memotong kuku, bersihin kamar + ngepel, mencuci mukena, sajadah, dan baju + jemur, shalat Dluha, ke perpustakaan kampus, muroja'ah, ODOJ (one day one juz), print artikel jurnal, cek domain web blog, dan terakhir daftar google Adsense.

Setelah menulis to do list, terdengar adzan subuh berkumandang dari masjid dekat kos. Kemudian aku melaksanakan shalat subuh munfarrid alias sendirian, dilanjutkan wiridan dan membaca surah al-Kahfi. Mengapa surah al-Kahfi?, karena setiap hari jum'at Nabi Muhammad membaca surat tersebut. Sunnah Nabi. Kemudian lanjut ODOJ, meneruskan juz kemarin. 

Selasai itu semua, tampak mentari telah keluar dari persembunyiannya. Sinarnya menembus lapisan kaca hingga menerobos masuk ke dalam kamar kos berukuran 2x4. Kemudian aku membuka sedikit daun pintu dan jendela supaya sirkulasi udara bisa bergantian. Tidak lupa aku letakkan tanamanku bernama Kizi (tanaman sejenis lidah mertua) dalam pot berukuran kecil ke sisi dekat jendela, supaya mendapatkan sinar matahari pagi. Aku juga tidak lupa untuk menyiramnya. 

Kemudian aku menuju kegiatan selanjutnya yang aku tulis dalam to do list, yaitu bersih-bersih. Mulai dari bersih-bersih kamar, menyapu dan mengepel, mencuci peralatan makan, mencuci baju, mukena dan sajadah dilanjutkan bersih-bersih badan. Baru kemudian, melaksanakan shalat Dluha dan siap-siap berangkat ke kampus menuju perpustakaan kampus. Ternyata ketika ku tengok jam yang melingkar dipergelangan tangan, jarum jam menunjukkan pukul sembilan lewat. "Waduh..mepet sekali dengan waktu berkunjung perpustakaan shift satu. Belum sarapan pula.", gumamku dalam hati sembari kesal dengan diri sendiri sebab lama dengan rutinitas pagi (bersih-bersih). 

Alhasil sembari menyusuri jalan dengan mengedarai motor Beat berwarna hijau putih, aku memikirkan plan B. "Daripada ke perpus tapi hanya sebentar, mendingan ke bank ngurus pemuatan ATM yang dari kemaren belum berhasil.", batinku. Aku manggut-manggut, setuju dengan ideku. So, aku tancap gas lebih dalam menuju arah bank BRI pinggir jalan Solo. Ini adalah kunjunganku untuk kedua kalinya ke bank BRI yang terbilang sangat baru.  Pertama, ketika membayar SPP kampus. Di mana aku dibuat bingung dan tercengang olehnya, sebab belok tanpa rencana. "Lho di sini kok ada plang BRI. MasyAllah megah bener gedungnya. Kapan proyek pembangunannya? kok tahu-tahu sudah jadi dan berdiri gagah nan megah begini. Mantab.", ngomong sendiri dalam hati. Kemudian setelah parkir, aku bertanya kepada Bapak penjaga parkir perihal gedung BRI baru ini. Ternyata pembangunan dilaksanakan pada masa pandemi ini. Benar saja, ternyata pandemi sudah mau setahun terhitung dari maret tahun 2020 dan aku telah lama #dirumahaja. Sedih, tapi mau gimana lagi kehidupan tetap harus berjalan.

Kemarin, adalah kali kedua aku mengunjunginya sudah dengan perasaan biasa. Datang memarkirkan motor, kemudian berjalan menuju washtafel untuk mencuci tangan pakai sabun sesuai dengan anjuran protokol kesehatan Covid-19, baru kemudian cek suhu dan dizinkan masuk oleh petugas. Tidak lupa mengambil antrian, dan Bapak Satpam menghampiriku menanyakan perihal keperluanku. Aku menyampaikan kepadanya bahwa aku ingin membuat kartu ATM baru, sebab di bank BRI lainnya tidak bisa membuatkan. Setelah mendengarkan penjelaskanku, Bapak Satpam kemudian meminta buku tabungan dan juga KTP ku untuk di fotocopy, dan aku dipersilahkan duduk.

Aku tengok kanan dan kiri, kursi tunggu semua telah penuh oleh pengunjung meskipun tidak banyak, sebab sistem yang dibuat oleh Satgas COVID-19 adalah jaga jarak sehingga semuanya diwajibkan untuk duduk berjarak. Alhamdulillah masih ada satu kursi tunggu yang kosong namun di bagian teller, sedangkan aku ingin ke bagian custem service. "Tak apalah, daripada berdiri.", pikirku dalam diam. Aku tengok jam tanganku menunjukkan pukul sepuluh. Kemudian aku asyik berselancar di dunia maya dengan gawaiku. Sepuluh menit, lima belas menit, setengah jam berlalu, tak kunjung nomer antrianku dipanggil. Ternyata kulihat papan nomer antrian baru menujukkan urutan ke-16 sedangkan nomer antrianku urutan ke-29. "Alamak masih jauh bener.", keluhku dalam hati.

Mau tidak mau, aku harus menunggu dalam kebosanan. Mula-mula stalking instagram, namun bosan juga. Sebab banyak stalking membuat hati kecil, mengikis percaya diri, menebar benih-benih inscrurity yang tidak baik untuk kesehatan hati. Kemudian aku mengingat salah satu web andalanku saat boring, yaitu hipwee.com, sebuah situs yang berisikan deretan artikel karya anak muda negeri ini dan sangat cocok pula untuk bacaan kawula muda. Lima sampai enam artikel sudah kusantap lahap. kemudian mencari lagi dan lagi tidak ada yang menarik hati, kemudian kembali menuju instagram, kali ini menuju instastory. Akhirnya menemukan hal baru, blog mojok.co. Menarik. Satu dua artikel teratas, tuntas aku tamatkan. Tiba-tiba, seorang Bapak paruh baya menyapaku. Ia duduk di sebelah kananku, terjeda satu kursi. "Mbaknya mahasiswa?", tanya sang Bapak. "Iya, pak.", jawabku singkat sembari mengulas senyum dalam balutan masker. "Kuliah di mana mbak?", lanjut pertanyaan sang Bapak. Kemudian aku sedikit merubah posisi dudukku yang mulanya lurus kedepan, sekarang sedikit menyerong menuju arah sang Bapak. "Sepertinya Bapak ini ingin mengajak berbincang.", pikirku dalam hati. Benar saja setelah aku menjawab pertanyaan kedua, bahwa aku kuliah di UIN, sang bapak menyambung perbincangan lagi-dan lagi. 

Mulai dari ia memiliki teman yang dulu juga kuliah di UIN Bandung. Kemudian cerita tentang tempat tinggalnya di Bandung. Kemudian sedang tinggal di Jogja, karena Bandung sedang zoan merah. Kebetulan ia memiliki rumah di jogja. Beliau juga bercerita perihal awal mula tinggal di jogja, mengenyam pendidikan dari SMA hingga S1 di jogja, kemudian melanjutkan S2 di Semarang, pengalaman bekerja yang berpindah-pindah. Beliau juga bercerita tentang keluarganya, anak-anaknya, pekerjaannya dan tujuan kedatangannya ke bank tersebut. 

Setelah Beliau bercerita panjang lebar dengan suara sedikit kurang jelas yang membuat posisi dudukku sedikit menghuyung ke samping depan. Barangali sebab terhalang oleh masker yang melindungi mulut dan hidung, ditambah juga pendengaranku sebelah kanan yang sedikit terganggu sebab tragedi masa silam ketika masih usia kanak-kanak.

Kulirik nomer urut antrian sampai pada angka ke-21."Ya Allah masih lama banget untuk menuju ke-29.", kesalku dalam hati. Aku perhatikan berulangkali sang Bapak juga menengok nomer urut yang tertera pada karcis antrian. Sembari menunjukkan padaku, beliau berkata, "Masih lama banget, antriannya panjang ya.".  Aku melihat dengan seksama nomer antrian sang Bapak, nenunjukkan angka 023, kemudian aku cocokkan pada papan antian. Tenyata benar saja kata Bapak, papan antrian menunjukkan angka 017. 

Setelah panjang lebar kami mengobrol, aku kemudian bertanya perihal nama. Aku sangat penasaran siapa gerangan pemilik cerita keren, perjuangan hebat, dan pekerjaan mapan ini.

Kemudian beliau memberiku selembar kartu nama, aku lamat-lamat membacanya "Drs. U. Baringbing, S.H.,M.H.- Advokat & Penasehat Hukum". "MasyaAllah beliau seorang pengacara senior di Bandung. Mimpi apa aku semalam bisa dipertemukan dengan beliau dan mendapat cerita, nasehat dan juga wejangan langsung dari beliau pada waktu dan tempat yang tidak disangka-sangka.", gumamku dalam hati sembari bersyukur pada Allah. 

Hikmah- refleksi dari pengalaman ini

Aku baru tahu kalau ternyata profesi Pengacara tidak mengenal pensiun. Selain itu, seorang Pengacara bisa memiliki dua atau bahkan lebih kantor kerja, kantor di pemerintahan dan kantor pribadi sebagai seorang Konsultan Hukum. Keren!. 

Perkataan Beliau yang sangat terniang-niang dalam ingatanku adalah, ketika aku bertanya tentang bagaimana bisa mencapai predikat mahasiswa teraik, lulus cepat dan mendapat pekerjaan yang mapan, diterima disemua instansi yang diminati. Beliau menjawab, :

"Saya sadar, saya bukan orang pintar, bukan terlahir kaya sehingga saya harus belajar dan bekerja lebih keras dari yang lainnya. Kalau orang lain cukup belajar hanya 3-4 jam sehari, maka saya membutuhkan waktu 10 jam bahkan lebih dalam sehari untuk bisa lebih unggul atau setara dengan mereka yang pandai."

Seketika dalam benakku, aku berjanji untuk lebih giat dan keras dalam belajar. Aku pasti Bisa. Terimakasih banyak Bapak Pengacara, engkau adalah guru kehidupan yang Allah kirim untukku disaat yang tepat di tempat yang tak terduga. Semoga Bapak sehat, bahagia selalu dan panjang umur. Semoga Tuhan menyertaimu. Agama dan keyakinan kita boleh berbeda, tetapi asas kemanusiaan harus kita junjung bersama. Semoga lain kesempatan Tuhan memperkenankan kita untuk bersua. 


"Never ending learning process."

- Heni Helya, 2021

 




Komentar

Tulisan Lainnya

Proses Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)

إلى حبّ المحبوب

Untukmu Penggenap Ganjilku

Belajar Nahwu Efektif dan Efisien dengan Talfiful Akwan

Manfaat belajar filsafat